Minggu, 07 Mei 2017

The Power of Kepepet and The Power of Pura-Pura



Dalam era globalisasi saat ini manusia dituntut untuk memiliki kreativitas yang tinggi. Jika itu tidak, maka dengan sendirinya dia akan didepak dari wilayah yang dia tempati sekarang. Menjadi sumber daya manusia yang kuat tidak mungkin bisa dilakukan secara instan. Tidak seperti mie instan yang biasa kita buat di rumah sepuluh menit jadi. Butuh proses dan kesadaran dari kita. Banyak orang yang melakukan proses dalam hal ini belajar, namun sedikit yang menyadarinya untuk apa mereka belajar.
Pada umumnya hanya mengikuti tren di lingkungan sekitar mereka saja. Kalau kita tanyakan pada mahasiswa sekarang ini, untuk apa mereka kuliah. Syukur kalau mereka menjawab ingin merubah nasib keluarga atau ingin lebih bermanfaat untuk orang lain. Kenyataannya banyak yang hanya karena ajakan teman atau mungkin melihat ada tentangga yang sukses karena dia kuliah. Orang-orang cenderung hanya melihat hasilnya, bukan rangkaian perjuangan dari kesuksesan itu sendiri.
Misalnya kita tersesat di dalam hutan dan kehabisan persediaan makanan. Apa yang akan kita lakukan? Tentu saja kita akan berusaha untuk bisa bertahan hidup. Sadar atau tidak dalam keadaan yang mendesak dan tuntutan yang ada membuat kita mengeluarkan semua kekuatan yang kita miliki. Segala upaya akan kita lakukan untuk bisa bertahan hidup. Hal itu yang dinamakan dengan the power of kepepet. Karena ketidakpastian itu membuaat kita berpikir dengan keras. Namun apakah ia dalam hidup kita ini akan menunggu sampai the power of kepepet itu benar-benar terjadi. Tentu saja tidak. Kita setuju bahwa proses itu harus kita lakukan untuk menjadi sumber daya manusia yang penuh dengan kreativitas yang tinggi.
Proses yang saya katakan tidaklah semenakutkan seperti cerita tadi, tersesat di dalam hutan. Kita hanya perlu melakukannya dari sekarang. Dalam proses belajar ini kita gunakan yang namanya the power of pura-pura. Kekuatan berpura-pura. Misalnya saja anda ingin menjadi penulis novel yang terkenal. Berpura-puralah anda untuk menjadi novelis yang terkenal. Tulislah novel anda dan kirimlah ke tempat penerbitan. Jika anda ditolak, maka tanamkan dalam diri anda katakan bahwasanya penolakan tersebut menjadi penolakan terakhir sebelum anda benar-benar menjadi seorang novelis yang terkenal. Tulis lagi novel anda dan kirimkan lagi. Jika penolakan itu terjadi lagi, lakukan seperti yang anda lakukan pertama kali. Sampai kapan hal itu akan anda lakukan? Sampai kuota penolakan anda habis dan berpura-pura anda benar-benar jadi kenyataan.

0 comments:

Posting Komentar